Selasa, 06 Agustus 2013

Pertimbangan Memilih Pasangan Hidup

Seseorang dalam memilih jodoh / pasangan hidup baik lelaki atau perempuan pada umumnya dilakukan berdasarkan berbagai sudut dan aspek. Berikut ini berbagai sudut dan aspek yang dijadikan kriteria dalam memilih pasangan hidupnya tersebut.

1. Berdasarkan penampilan fisiknya. 

Kalau laki-laki, memilih istri berdasarkan kecantikan calon istri. Kalau perempuan memilih suami berdasarkan kegagahan dan tampannya seorang lelaki. Memilih pasangan hidup berdasarkan kriteria ini amat berbahaya. Keadaan fisik orang sangat mudah berubah. Kecantikan seorang perempuan dan ketampanan seorang laki-laki mudah hilang berdasarkan umur. Kalau seorang perempuan itu sudah tidak cantik lagi dan suami sudah tidak begitu tampan, efeknya adalah daya tarik antara suami-istri melemah. Kurang ada tarikan untuk hubungan suami isteri sebab birahi sudah lemah. Apalagi di zaman ini di luar rumah (seperti di tempat kerja) pergaulan laki-laki perempuan seringnya bebas, daya tarik kepada perempuan atau lelaki lain lebih besar daripada kepada isteri atau suami sendiri, sehingga di waktu itu antara pasangan suami istri mudah saja untuk bertengkar atau bercerai. 

Pada keadaan ini, kalau tidak bercerai pun oleh karena anak sudah banyak, karena tidak mau berpisah dengan anak-anak, namun hubungan suami isteri sudah tidak indah lagi. Kerenggangan dan marah-marah pun mudah terjadi . Singgung menyinggung pun terjadi. Mudah saja saling benci membenci. Kalau begitu di hilanglah keindahan berkeluarga , dan juga memberi tekanan psikologi kepada anak-anak. Anak-anak akan menjadi korban, mungkin mereka akan menjadi liar, jauh dengan orang tua, benci tinggal di rumah, suka mencari hiburan di luar rumah, maka mudahlah terjebak dan terlibat dengan narkoba, rokok, minuman keras, pergaulan bebas, mungkin terlibat dengan zina dan berbagai kriminalitas karena berasal daripada rumah tangga yang tidak bahagia dan tidak harmoni.

2. Berdasarkan kekayaannya.

Ada orang memilih jodoh baik lelaki atau perempuan karena kekayaannya. Dia mungkin kaya karena gajinya besar, karena dia dari keturunan orang kaya atau sebab-sebab lain. Ini juga amat berbahaya. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
  • Kekayaan mudah hilang. Dapat saja terjadi dengan takdir Allah Taala, si isteri atau suami itu dipecat. Dapat terjadi kekayaan yang ada itu habis atau dia jatuh miskin karena berbagai-bagai sebab Di waktu itu sudah tentu akan terjadi kerenggangan di antara suami isteri karena dari awal memang perekat antara suami-istri adalah kekayaan tersebut.. Mulailah tidak senang satu sama lain, benci-membenci pun dapat terjadi. Masam-masam muka pun terjadi. Pertengkaran dan krisis rumah tangga pun terjadi. Pintu perceraian pun terbuka. Kalau tidak bercerai pun hal ini dilakukan karena tidak mau berpisah dengan anak-anak atau karena hendak menjaga status diri. Tapi apalah artinya lagi rumah tangga yang sentiasa bergolak dan bergelora macam air laut yang sentiasa bergelombang. Yang akan lemas adalah anak-anak yang tidak berdosa, anak-anak juga akan mengalami seperti yang sudah kita ceritakan di atas.
  • Istri kurang hormat pada suami., Biasanya seorang lelaki menikah dengan perempuan karena kekayaannya, si isteri tidak begitu hormat dengan suaminya. Ini karena dia merasakan bahwa dialah yang menanggung suaminya. Atau kalau dia tidak menanggung pun, dia merasakan dapat berdikari tanpa pemberian suami. Ada suami atau tiada suamikah, dia sanggup hidup sendiri karena memiliki kekayaan. 
Dengan sebab itu lama-kelamaan taat dan setianya kepada suami itu akan berkurang. Bahkan kalau suami itu bersandar hidup dengan isteri, isteri biasanya memperbudak suaminya sesuka hati. Di arah ke sana, arah ke sini, suruh itu, suruh ini, dia akan kontrol suami sesuka hati . Akhirnya wibawa suami tergugat, kuasa suami sudah tiada lagi, bahkan takut kepada bini atau bapak mertua atau ibu mertua.

Namun demikian hal ini tidak menjadi masalah bagi perempuan yang solehah & bertaqwa. Bahkan pada zaman dulu ada perempuan kaya yang sengaja mencari suami soleh supaya dia mudah untuk mendermakan harta yang dia miliki.


3. Berdasarkan keturunan.

Ada orang menikah karena keturunan seperti keturunan orang-orang yang bangsawan, umpamanya keturunan raja, keturunan Datuk-Datuk atau keturunan orang-orang besar. Kalaulah pernikahan itu atas dasar itu saja yang tidak ada bersangkutan dengan agamanya, ini amat berbahaya lebih-lebih lagi kalau keturunan bangsawan itu adalah isteri. Di waktu-waktu berselisih faham dia akan menyebut-nyebut keturunannya dan dia akan menghina keturunan suami. Atau biasa orang berketurunan bangsawan itu kalau tidak ada agama, dia sombong dengan suami, atau keluarganya memandang rendah terhadap suami hingga suami akan terasa terhina atau merasa rendah. Di sini dapat mencacatkan kebahagiaan dan keharmonian suami di dalam rumahtangga.

4. Menikah karena agamanya. 

Seorang menikah baik lelaki atau perempuan karena agamanya, itulah yang tepat. Itulah yang dituntut oleh syariat Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
Maksudnya:" Dinikahi perempuan itu karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Tetapi ambillah perempuan yang beragama supaya beruntung hidupmu." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Hal ini adalah dipuji oleh Allah dan Rasul karena menikah di atas dasar agama itu, baik dia cantik atau tidak, kaya atau miskin, bangsawan atau orang biasa, masing-masing tetap merendah hati, berakhlak mulia, suami kasih dengan isteri, isteri menghormati suami, suami memberi tanggungjawab terhadap isteri, isteri juga memberi tanggungjawab kepada suami. Akan berlaku tenggang rasa, isteri mengutamakan suami, suami bertimbang rasa dengan isteri, ada kerjasama, masing-masing berlomba-lomba hendak layan-melayan satu sama lain, maaf-bermaafan, isteri memandang hormat dengan suaminya, suami senantiasa belas kasihan dengan isteri, kedua-dua keluarga dihormati, Allah Taala sentiasa dibesarkan melalui ibadah yang berbagai jenisnya. Perjalanan hidup Rasul dijadikan tradisi kehidupan mereka. Allah, Rasul, Syurga, Neraka, dosa, pahala, menjadi bahan percakapan. Walaupun berusaha mencari kekayaan dunia namun ia dipandang kecil, bukan menjadi tujuan, bukan menjadi bahan perbincangan. Akhirnya dunia selamat, akhirat selamat. Wujudlah kebahagiaan dan keharmonian di dalam rumahtangga.